Seperti Biasanya Pagi Itu
Seperti biasanya pagi itu
Aku bangun pagi dan kurapikan ranjangku
Lalu bergegas mandi dangan dinginya air lereng sumbing
Setelah bersuci aku bergegas menghadap Sang Khalik
Lalu aku bersiap diri untuk mencari jaminan hidupku kelak
Sampai akhirnya aku bergegas pergi
Dengan menghaturkan salam kepada orang tuaku
Tak lupa ku kecup kedua tangannya
Sampai di jalan banyak orang berlalu lalang
Ia berkehendak menuruti panggilan hatinya
Mereka ku sapa dengan ramah dan merekapun membalasnya.
Seperti biasanya pagi itu
Kulangkahkan kakiku dengan cepat
Menelusuri jalan bringas bebatuan
Melototiku penuh sinis
Bergigi tajam seakan menggit kakiku
Bahkan sepatuku cepat habis dimakan kerakusannya
Tapi tetap kulangkahkan kakiku untuk sebuah ilmu
Jalan berkelok-kelok warisan pendahuluku
Banyaktanjakan kudaki menguras tenaga pagi hari
Nafasku begitu capat memakan udara pagi itu
Untung hawa udara dipagi itu begitu bersih
Seperti biasanya pagi itu
Dua punggung jembatan kulalui
Kudengar nyanyian sungai yang bergemuruh
Seakanmemberi salam dan semangat padaku
Ribuan laskar hijau berbaris rapi
Menghadangku disetip pinggir jalan yang kulewati
Dengan ujung-ujung daunnya yang runcing menantang langit
Bak prajurit yang siap perang dengan penuh keangkuhan
Tapi, sepertinya mereka heran melihat keberanianku
Berjalan setiap hari di depannya dengan acuh
Sedangkan mereka sendiri berdiri terpaku tanpa daya
Seperti biasanya pagi itu
Ku lewati tanah lapang yang sangat luas
Dari kejauhan aku merasakan keheningan suasana
Ini berarti lonceng waktu baru saja mengaum
Aku segera berlari sekuat tenaga
Di antara rerumputan yang menertawakan kegusaranku
Berlomba dengan hadirnya sang pelita dalam kegelapan
Tapi sayang dia sudah berdiri di depan pintu
Dia menatapku dengan senyum menakutkan
Aku mendekatinya untuk meminta izin masuk
Tapi, belum sempat ia bicara ia sudah menjitakku
Seperti biasanya pagi itu
Aku terlambat masuk kelas
Meski dengan tatapan sahabat yang nampak acuh
Meski harus berlari bermandikan peluh
Meski berbaju basah dan saku yang terisi lima ratus rupiah
Meski dengan hati yang letih lelah
Meski dengan nafas yang terengah-engah
Siapa peduli ?
Tapi, tak seperti biasanya pagi itu
Kepalaku harus makan jitak
Sebelum perutku kenyang
Surabaya, 24 Desember 2006
Muhammad Lutfi Khafadho
Salah satu kenangan cerita pagi
Saat sekolah di bangku SLTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar